Apakah Anda Sudah Berpikir Kritis?
Oleh: Prof Dr Roy Sembel,
Manusia adalah makhluk yang istimewa. Tidak seperti makhluk hidup lainnya, manusia dikaruniai kemampuan untuk berpikir sebelum bertindak. Namun, kenyataannya, seringkali kita tidak memanfaatkan kemampuan berpikir ini secara optimal. Kita seringkali bertindak tanpa didahului dengan “berpikir”. Banyak alasan yang kita kemukakan sebagai dalih untuk “tidak berpikir”: tidak ada waktu, bukan urusan kita, atau bukan tanggung jawab kita.
Namun, tahukah Anda bahwa tindakan yang dilakukan tanpa disertai dengan proses berpikir bisa membahayakan diri sendiri? Coba saja kita perhatikan kasus anggota DPR yang perbuatannya dilakukan beberapa tahun lalu, kini tengah menjadi buah bibir.
Mungkin ketika itu sang anggota DPR tidak “berpikir” terlebih dulu tentang dampak perbuatannya di kemudian hari. Dia tidak memikirkan dampak perbuatannya, yang bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi terlebih lagi bagi orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, teman, sahabat, teman kantor, dan teman di organisasi tempatnya bekerja.
Kalau saja anugerah “berpikir” kita manfaatkan dengan baik, tentunya banyak masalah yang bisa kita hindari, dan banyak solusi yang bisa kita temukan. Jadi, jelaslah bahwa berpikir kritis itu untuk dilakukan. Ingin tahu lebih jauh mengenai berpkir kritis? Simak yang berikut.
Apakah Berpikir Kritis Itu?
Banyak definisi yang ditawarkan mengenai berpikir kritis, salah satunya yang dikemukakan oleh Wright Place Consulting adalah sebagai berikut.
Berpikir kritis merupakan sebuah proses. Proses berpikir ini bermuara pada tujuan akhir yang membuat kesimpulan ataupun keputusan yang masuk akal tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa yang akan kita lakukan.
Berpikir kritis bukanlah dilakukan untuk mencari jawaban semata, tetapi yang terlebih utama adalah mempertanyakan jawaban, fakta, atau informasi yang ada. Dengan demikian bisa ditemukan alternatif atau solusi terbaiknya.
Mengapa Penting?
Berpikir kritis penting untuk dilakukan karena berbagai manfaat yang bisa kita petik dari proses ini.
Kualitas Keputusan
Kualitas berpikir kritis yang kita terapkan akan mempengaruhi kualitas hasil akhir dari tindakan kita yang didahului dengan proses berpikir kritis tersebut. Misalnya, setiap kali mendapat tanggung jawab untuk melakukan sesuatu, Imam selalu memanfaatkan kemampuannya untuk berpikir kritis dengan menerapkan keenam prinsip berpikir kritis yang telah dibahas sebelumnya.
Ketika Imam ditugaskan sebagai ketua panitia peluncuran produk baru perusahaan tempat ia bekerja, ia mencoba memahami berbagai aspek dari tugas yang diberikan kepadanya, termasuk informasi yang bisa ia dapatkan sehubungan dengan tugas tersebut: fitur dan manfaat produk, target pasar dari produk, serta kekurangan dan kelebihan produk tersebut.
Ia juga mempelajari berbagai fasilitas yang bisa ia manfaatkan untuk meluncurkan produk tersebut. Setelah itu, ia melakukan analisis terhadap segala sesuatu yang terkait dengan informasi yang ia terima tentang produk yang akan diluncurkan, antar lain alternatif media, strategi anggaran, dan jangka waktu peluncuran.
Hasil dari analisis adalah berbagai alternatif strategi yang bisa dipilih. Alternatif strategi ini lalu dievaluasi untung ruginya. Hasil dari proses evaluasi adalah keputusan menggunakan satu strategi tertentu.
Keputusan ini perlu dijelaskan kepada anggota tim yang terlibat sehingga mereka bisa mendukung kegiatan yang dilakukan. Imam juga tidak lupa mengevaluasi diri sendiri tentang kemungkinan terjadinya kebiasan pandangan dan keputusan yang sudah diambil sebelum akhirnya menerapkannya dalam tindakan.
Kreatif
Berpikir kritis membantu kita menemukan bukan hanya satu solusi tetapi berbagai alternatif solusi. Berpikir kritis juga membantu kita melihat suatu permasalahan dari berbagai sumber, sehingga berbagai alternatif solusi bisa dikembangkan lebih jauh.
Misalnya Desty yang diminta mempersiapkan rapat tahunan pemegang saham diperusahaan tempat ia bekerja. Walaupun menemui berbagai masalah, melalui proses berpikir kritis, Desty bisa memanfaatkan hasil berpikir kritis untuk kreatif menemukan berbagai alternatif solusinya.
Percaya Diri
Setelah kita melalui proses berpikir kritis, keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang sudah melalui berbagai pertimbangan dari berbagai aspek. Dengan demikian, paling tidak kita sendiri sudah yakin bahwa keputusan tersebut adalah keputusan yang terbaik dalam situasi dan kondisi yang kita hadapi saat itu.
Cara
Lalu, bagaimana cara kita berpikir dengan kritis? Ada enam prinsip penting dalam menerapkan cara berpikir kritis, yaitu: interpretasi, analisis, evaluasi, penjelasan, dan self-regulation.
Interpretasi dan Analisis
Prinsip pertama, interpretasi, adalah upaya memahami informasi yang kita miliki. Setelah informasi berhasil kita pahami dengan baik, kita perlu melakukan analisis terhadap segala sesuatu yang terkait dengan informasi tersebut.
Evaluasi
Selanjutnya, kita perlu melakukan evaluasi terhadap dampak dari pemanfaatan ataupun pengabaian informasi tersebut. Evaluasi juga berupaya untuk menemukan berbagai alternatif solusi dengan memanfaatkan informasi yang dimiliki.
Penjelasan
Setelah kita mendapatkan solusi yang terbaik, kita perlu menjelaskan keputusan kita tersebut kepada orang lain, sehingga mereka juga bisa memahami mengapa keputusan tersebut yang kita ambil.
Lebih jauh lagi, dengan penjelasan yang masuk akal, kita bisa meyakinkan orang lain, ataupun orang-orang yang perlu diyakinkan untuk kita ajak melihat sesuatu dari sudut pandang kita.
“Self-Regulation”
Yang terakhir adalah selfregulation. Yang dimaksud dengan self-regulation adalah mencoba jujur terhadap pandangan dan keyakinan kita, ataupun kemungkinan terjadinya kesalahan atau ketimpangan dalam keputusan yang kita ambil karena pengaruh latar belakang kita.
Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda menerapkan cara berpikir kreatif? Jika belum sepenuhnya, mungkin Anda bisa mulai sekarang untuk mendapatkan solusi yang terbaik dan keputusan yang berkualitas. Sukses untuk Anda
BERPIKIR KRITIS
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitab dengan
penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan
proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan
menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam
berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu
dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir
kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan
pengelolaan proyek.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian
pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis,
penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik
pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat
mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
Berpikir kritis meliputi aktivitas-aktivitas:
1. Memperhatikan detil secara menyeluruh
2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi,
identifikasi kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang
dipilih
Bagi Pelajar, berpikir kritis dapat berarti:
1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang
telah ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari
argumen yang akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut.
Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut dapat didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Di bawah ini adalah metoda dari berpikir kritis yang diambil dari Wikipedia dan beberapa sumber lain.
Langkah-langkah
Walaupun tidak ada langkah-langkah yang perlu diambil secara rigid, langkah-langkah di bawah ini berguna dalam berpikir kritis:
1. Buatlah daftar pendapat dan kumpulkan argumentasi yang mendukung setiap pendapat tersebut.
2. Pecahkan argumentasi yang anda dapatkan pada langkah pertama menjadi kalimat-kalimat pendukungnya dan carilah implikasi dari kalimat-kalimat ini.
3. Carilah kontradiksi pada kalimat-kalimat dan implikasinya yang anda dapatkan pada langkah 2.
4. Dari argumen-argumen yang anda dapatkan, susunlah berdasarkan argumen-argumen yang saling bertentangan dan beri bobot untuk argumen-argumen tersebut
o Tambahkan bobot jika sebuah klaim memiliki dukungan yang kuat, terutama jika memiliki alasan-alasan yang kuat. Kurangi bobot jika ada klaim yang memiliki kontradiksi
o Ubahlah bobot tergantung dari relevansi dari informasi terhadap isu yang dibicarakan
o Klaim yang besar membutuhkan bukti yang besar pula, jika sebuah klaim besar tidak memiliki bukti yang cukup, abaikan klaim ini dalam membentuk opini anda.
5. Tinjaulah bobot dari setiap klaim
o Opini yang memiliki bukti yang terkuat kemungkinan besar adalah benar
o Mind map adalah alat yang efektif untuk mengevaluasi informasi ini. Pada tahap-tahap akhir, bobot numerik dapat diberikan pada cabang-cabang Mind map
Tentunya berpikir kritis tidak menjamin seseorang akan mencapai kesimpulan yang tepat. Pertama, ada kemungkinan seseorang tidak memiliki seluruh informasi yang relevan. Informasi yang penting mungkin belum ditemukan atau informasi tersebut mungkin tidak akan dapat ditemukan. Kedua, pemihakan (bias) dari seseorang dapat saja menghalangi pengumpulan dan penilaian informasi secara efektif.
Mengatasi Pemihakan (Bias)
Untuk mengurangi pemihakan, beberapa cara harus dilakukan jika seseorang ingin berpikir kritis. Jangan tanyakan “Bagaimana hal ini bertentangan dengan pendapat saya?”, tapi tanyakanlah “Apa artinya ini?”
1. Jangan lakukan penilaian terlalu dini pada tahap pengumpulan informasi
2. Anda harus sadar terhadap kekurangan anda sendiri dan orang lain dengan cara:
o menerima bahwa setiap orang memiliki pemihakan di bawah sadar (pemihakan secara refleks)
o bersikap tanpa ego
o membuang pendapat semula anda jauh-jauh
o sadar bahwa setiap orang memiliki kelemahan masing-masing
3. Gunakan metoda sokratis untuk mengevaluasi sebuah argumen dengan menanyakan pertanyaan terbuka. Sebagai contoh adalah:
o Apa yang anda maksud dengan __________?
o Bagaimana anda dapat berkesimpulan begitu?
o Mengapa anda berpendapat bahwa itu adalah benar?
o Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
o Apa yang terjadi jika anda ternyata salah?
o Dapatkah anda memberikan dua buah sumber yang tidak setuju dengan anda dan jelaskan mengapa?
o Mengapa hal ini penting?
o Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa anda mengatakan yang sebenarnya?
o Apa penjelasan alternatif dari fenomena ini?
Berkesimpulan
Janganlah membuat asumsi secara berlebihan, dengan kata lain: jangan memperumit masalah anda. Berpikir kritis adalah sebuah proses yang tidak akan selesai. Seseorang dapat mencapai sebuah kesimpulan tentatif berdasarkan evaluasi dari informasi yang ada. Tetapi, jika ada informasi baru yang ditemukan maka proses evaluasi harus dijalankan kembali.
Kamus Awie
Selasa, 25 November 2008
Selasa, 11 November 2008
PERAWAT TERPERANGKAP BUDAYA PEMBANTU
Sebuah tulisan kontribusi dari seorang perawat, sekarang aktif dibidang mutu dan riset RSU Banyumas, penggagas dan pendiri Komite Keperawatan di RSU Banyumas pada th 1999
Ronin Hidayat, M.Kes
Sebuah bangunan yang indah, kokoh berlantai lebih dari satu, berventilasi nyaman, didukung dengan jumlah dokter yang lengkap, teknologi canggih dan tenaga penunjang yang trampil, tetapi tidak ada pelayanan Keperawatan maka bangunan itu tidak bisa dikatakan sebagai Rumah Sakit dan hanya sebagai Klinik Dokter Praktek Bersama. Dengan demikian pelayanan Keperawatan di rumah sakit yang diberikan oleh profesi Perawat mempunyai peran yang sangat vital dan menentukan keberhasilan visi serta penerapan manajemen mutu terpadu rumah sakit (hospitals basic service). Pelayanan Keperawatan merupakan pelayanan yang luhur dibidang jasa kesehatan pada umumnya dan rumah sakit pada khususnya. Hal tersebut ditegaskan oleh WHO Expert Commitee on Nursing, (1983) bahwa pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu social. Dipertegas lagi oleh WHO Expert Commitee on Nursing Practice (1996), bahwa keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus. Disebutkan juga keperawatan bertugas membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai potensi optimalnya dibidang fisik, mental dan sosial dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaanya.
Kata membantu itulah yang membuat profesi Perawat yang luhur, seolah-olah profesi kesehatan lain dalam hal ini “Dokter” menganggap dirinya sebagai “Majikan” dan Perawat sebagai “Pembantu”. Hal tersebut diperjelas lagi Perawat sebagai tenaga Paramedis, arti secara harafiahnya para = pembantu dan medis = dokter. Dengan mitos itulah profesi Perawat menjadi terbelenggu pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, Perawat tugasnya tidak boleh kemana-mana, boleh tumbuh tidak boleh berkembang, terjadi penyusutan kreatifitas, harus tunduk pada aturan “Manut dan manut”, pendidkannya hanya sederjat dengan SLTP (PK C )/SLTA (SPK) dan disitulah yang dimaksud penulis, “Perawat Terperangkap Budaya Pembantu”. Sehingga mindset dan perilakunyapun membentuk state “Pembantu”, terbiasa dan linier, menjadi budaya dan lebih parah lagi menjadi karakter, sehingga mengakar sampai berpuluh-puluh tahun lamanya, walaupun pada tahun 1983 pada Lokakarya Nasional Kelompk Kerja Keperawatan-Konsorsium Ilmu Kesehatan, merumuskan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, kelurga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Sebagai insan manusia yang normal mempunyai otak kiri dan kanan yang sinergis, maka kita akan manggut-manggut dan hatinya berbicara ”Fantastis…Luar Biasa !”. Hal tersebut bertambah mengkristal manakala membaca definisi Ilmu Keperawatan menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan 1991 adalah mencakup ilmu-ilmu dasar (ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu perilaku) ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas, dan ilmu keperawatan klinis yang aplikasinya menggunakan penekatan dan metode penyelesaian masalah secara alamiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara, dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia.
Definisi tersebut membuat motivasi Perawat bangkit, membara, ingin berlari, jantung berdenyut kencang, mata ”mendelik” bagai elang, rasanya lengkap sudah dalam diri Perawat. Seandainya tokoh Perawat legendaris Florence Nightingale mendengar dan menganalisa definisi tersebut, beliau akan berkata, ”Saya bangga dan hormat pada Perawat Indonesia yang mendefinisikan dirinya sebagai profesi yang utuh, yang siap mengabdikan dirinya dan berani menanggung segala resiko. Hidup Perawat.”. Semua Perawat pada era 1990 yang mengabdikan dirinya dibidang pendidikan Keperawatan akan berkata sama seperti Florence Nightingale, yang saat itu juga telah lahir beberapa S-1 Perawat (SKp). Hanya saja perkembangan tersebut tidak sinergis dengan kondisi pelayanan yang terjadi di unit-unit pelayanan kesehatan, Rumah Sakit, PusKesMas, Balai Pengobatan dimana Perawat bekerja.
Komunitas Perawat di rumah sakit yang sebagian besar berbasis pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan(SPK), dan hanya sebagaian kecil yang berbasis DIII Perawatan (AKPER) mengalami kegalauan dan kebimbangan dalam dirinya antara definisi yang ada dengan bentuk realita pelayanan. Perawat yang berbasis D III Perawatan mulai mengenalkan model pelayanan keperawatan di rumah sakit hasil titipan para dosen perawatan dengan sebutan Asuhan Keperawatan (Askep) pada teman-teman Perawat yang berbasis SPK serta mengenalkan kepada manager-manager rumah sakit pembuat kebijakan. Mulailah muncul berbagai tanggapan antara pro dan kontra tentang Asuhan Keperawatan dalam pelayanan di Rumah Sakit. Perawat yang mempunyai mindset profesional akan menanggapi kedua tanggapan tersebut dengan arif dan bijaksana ”Perubahan perlu perjuangan dan kesinambungan perlu komitmen”, sehingga untuk mengubah lingkungan rumah sakit dalam hal ini profesi dokter yang memegang kebijakan pelayanan rumah sakit agar mengerti dan mengakui eksistensi Perawat sebagai mitra profesi menjadi makin sulit. Mengapa demikian karena Perawat sendiri yang telah meraih gelar profesi jarang yang mau terjun memberikan jasa pelayanan keperawatan secara langsung untuk berdampingan bersama-sama melayani pasien yang mengalami permasalahan kesehatan, sedangkan komunitas Perawat yang berbasis SPK dan D III Perawatan sangat menikmati budaya yang diwariskan oleh sesepuh Perawat sebagai Paramedis. Budaya tersebut meliputi nilai-nilai pelayanan (value) dan keyakinan (beliefe), tradisi, prosedur dan harapan-harapan, dari keempat tersebut yang sangat menonjol dan membuat Perawat bergantung pada dokter adalah harapan.
Harapan Perawat sebagai insan manusia yang normal, mayoritas untuk dipenuhinya kebutuhan dasar meliputi makan, minum, biologis dan lain sebagainya, yang semua itu bermuara pada upah kerja (keuangan). Bagi dokter ”uang tidak penting tapi pokok” yang sangat penting bagi dokter adalah kepuasan pasien, sehingga pasien menjadi tambang emas untuk menghasilkan uang dan 10 % hasilnya untuk menggaji pembantu rumah, transportasi, lobi, pemasaran serta seseorang yang membantu dan terlibat dalam pelayanan kepada pasien. dengan hal tersebut anda bisa menebak siapa yang membantu dalam pelayanan dokter ? Tidak lain adalah orang yang mau membantu dokter, berpenampilan seperti dokter tapi upahnya sesuai dengan keinginan dokter. Hal tersebut dibaca oleh sebagian besar Perawat sebagai peluang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya untuk mempertahan hidup dan menghidupi keluarga.
Sangat berbeda dijaman Perawat legendaris Florence Nightingale, mereka menjadi Perawat karena panggilan hatinya untuk membantu orang-orang yang menderita sakit dan tanpa memperhitungkan segi keuangan karena mereka dilahirkan dari kalangan yang bangsawan, yang melayani pasien sebagai aktualisasi diri sedangkan pada era kemajuan pendidikan Perawat di Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena uang untuk memenuhi kebutuhan dasar dirinya. Dengan kondisi itulah terciptalah di lembaga pelayanan kesehatan antara dokter dan Perawat dalam, ”Budaya Atasan dan Bawahan”, kalau diteropong dengan mikroskop yang tercanggih dengan lensa yang sangat tipis oleh mata masyarakat sebagai pengguna jasa kesehatan maka akan terlihat ”Budaya Majikan dan Pembantu”. Terperangkaplah Perawat dalam budaya tersebut
Untuk keluar dari kondisi tersebut, dan Anda tertarik untuk merubah Perawat sebagai Majikan dalam pelayanan dan yang lainnya adalah ”membantu Anda ” maka ikuti kajian berikutnya pada tema ” Perubahan Mindset Perawat Tranformasional untuk menciptakan peluang bisnis jasa Kesehatan”
link ke http://banyumasperawat.wordpress.com/2008/04/10/perawat-terperangkap-budaya-pembantu/
Ronin Hidayat, M.Kes
Sebuah bangunan yang indah, kokoh berlantai lebih dari satu, berventilasi nyaman, didukung dengan jumlah dokter yang lengkap, teknologi canggih dan tenaga penunjang yang trampil, tetapi tidak ada pelayanan Keperawatan maka bangunan itu tidak bisa dikatakan sebagai Rumah Sakit dan hanya sebagai Klinik Dokter Praktek Bersama. Dengan demikian pelayanan Keperawatan di rumah sakit yang diberikan oleh profesi Perawat mempunyai peran yang sangat vital dan menentukan keberhasilan visi serta penerapan manajemen mutu terpadu rumah sakit (hospitals basic service). Pelayanan Keperawatan merupakan pelayanan yang luhur dibidang jasa kesehatan pada umumnya dan rumah sakit pada khususnya. Hal tersebut ditegaskan oleh WHO Expert Commitee on Nursing, (1983) bahwa pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu social. Dipertegas lagi oleh WHO Expert Commitee on Nursing Practice (1996), bahwa keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus. Disebutkan juga keperawatan bertugas membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai potensi optimalnya dibidang fisik, mental dan sosial dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaanya.
Kata membantu itulah yang membuat profesi Perawat yang luhur, seolah-olah profesi kesehatan lain dalam hal ini “Dokter” menganggap dirinya sebagai “Majikan” dan Perawat sebagai “Pembantu”. Hal tersebut diperjelas lagi Perawat sebagai tenaga Paramedis, arti secara harafiahnya para = pembantu dan medis = dokter. Dengan mitos itulah profesi Perawat menjadi terbelenggu pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, Perawat tugasnya tidak boleh kemana-mana, boleh tumbuh tidak boleh berkembang, terjadi penyusutan kreatifitas, harus tunduk pada aturan “Manut dan manut”, pendidkannya hanya sederjat dengan SLTP (PK C )/SLTA (SPK) dan disitulah yang dimaksud penulis, “Perawat Terperangkap Budaya Pembantu”. Sehingga mindset dan perilakunyapun membentuk state “Pembantu”, terbiasa dan linier, menjadi budaya dan lebih parah lagi menjadi karakter, sehingga mengakar sampai berpuluh-puluh tahun lamanya, walaupun pada tahun 1983 pada Lokakarya Nasional Kelompk Kerja Keperawatan-Konsorsium Ilmu Kesehatan, merumuskan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, kelurga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Sebagai insan manusia yang normal mempunyai otak kiri dan kanan yang sinergis, maka kita akan manggut-manggut dan hatinya berbicara ”Fantastis…Luar Biasa !”. Hal tersebut bertambah mengkristal manakala membaca definisi Ilmu Keperawatan menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan 1991 adalah mencakup ilmu-ilmu dasar (ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu perilaku) ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas, dan ilmu keperawatan klinis yang aplikasinya menggunakan penekatan dan metode penyelesaian masalah secara alamiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara, dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia.
Definisi tersebut membuat motivasi Perawat bangkit, membara, ingin berlari, jantung berdenyut kencang, mata ”mendelik” bagai elang, rasanya lengkap sudah dalam diri Perawat. Seandainya tokoh Perawat legendaris Florence Nightingale mendengar dan menganalisa definisi tersebut, beliau akan berkata, ”Saya bangga dan hormat pada Perawat Indonesia yang mendefinisikan dirinya sebagai profesi yang utuh, yang siap mengabdikan dirinya dan berani menanggung segala resiko. Hidup Perawat.”. Semua Perawat pada era 1990 yang mengabdikan dirinya dibidang pendidikan Keperawatan akan berkata sama seperti Florence Nightingale, yang saat itu juga telah lahir beberapa S-1 Perawat (SKp). Hanya saja perkembangan tersebut tidak sinergis dengan kondisi pelayanan yang terjadi di unit-unit pelayanan kesehatan, Rumah Sakit, PusKesMas, Balai Pengobatan dimana Perawat bekerja.
Komunitas Perawat di rumah sakit yang sebagian besar berbasis pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan(SPK), dan hanya sebagaian kecil yang berbasis DIII Perawatan (AKPER) mengalami kegalauan dan kebimbangan dalam dirinya antara definisi yang ada dengan bentuk realita pelayanan. Perawat yang berbasis D III Perawatan mulai mengenalkan model pelayanan keperawatan di rumah sakit hasil titipan para dosen perawatan dengan sebutan Asuhan Keperawatan (Askep) pada teman-teman Perawat yang berbasis SPK serta mengenalkan kepada manager-manager rumah sakit pembuat kebijakan. Mulailah muncul berbagai tanggapan antara pro dan kontra tentang Asuhan Keperawatan dalam pelayanan di Rumah Sakit. Perawat yang mempunyai mindset profesional akan menanggapi kedua tanggapan tersebut dengan arif dan bijaksana ”Perubahan perlu perjuangan dan kesinambungan perlu komitmen”, sehingga untuk mengubah lingkungan rumah sakit dalam hal ini profesi dokter yang memegang kebijakan pelayanan rumah sakit agar mengerti dan mengakui eksistensi Perawat sebagai mitra profesi menjadi makin sulit. Mengapa demikian karena Perawat sendiri yang telah meraih gelar profesi jarang yang mau terjun memberikan jasa pelayanan keperawatan secara langsung untuk berdampingan bersama-sama melayani pasien yang mengalami permasalahan kesehatan, sedangkan komunitas Perawat yang berbasis SPK dan D III Perawatan sangat menikmati budaya yang diwariskan oleh sesepuh Perawat sebagai Paramedis. Budaya tersebut meliputi nilai-nilai pelayanan (value) dan keyakinan (beliefe), tradisi, prosedur dan harapan-harapan, dari keempat tersebut yang sangat menonjol dan membuat Perawat bergantung pada dokter adalah harapan.
Harapan Perawat sebagai insan manusia yang normal, mayoritas untuk dipenuhinya kebutuhan dasar meliputi makan, minum, biologis dan lain sebagainya, yang semua itu bermuara pada upah kerja (keuangan). Bagi dokter ”uang tidak penting tapi pokok” yang sangat penting bagi dokter adalah kepuasan pasien, sehingga pasien menjadi tambang emas untuk menghasilkan uang dan 10 % hasilnya untuk menggaji pembantu rumah, transportasi, lobi, pemasaran serta seseorang yang membantu dan terlibat dalam pelayanan kepada pasien. dengan hal tersebut anda bisa menebak siapa yang membantu dalam pelayanan dokter ? Tidak lain adalah orang yang mau membantu dokter, berpenampilan seperti dokter tapi upahnya sesuai dengan keinginan dokter. Hal tersebut dibaca oleh sebagian besar Perawat sebagai peluang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya untuk mempertahan hidup dan menghidupi keluarga.
Sangat berbeda dijaman Perawat legendaris Florence Nightingale, mereka menjadi Perawat karena panggilan hatinya untuk membantu orang-orang yang menderita sakit dan tanpa memperhitungkan segi keuangan karena mereka dilahirkan dari kalangan yang bangsawan, yang melayani pasien sebagai aktualisasi diri sedangkan pada era kemajuan pendidikan Perawat di Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena uang untuk memenuhi kebutuhan dasar dirinya. Dengan kondisi itulah terciptalah di lembaga pelayanan kesehatan antara dokter dan Perawat dalam, ”Budaya Atasan dan Bawahan”, kalau diteropong dengan mikroskop yang tercanggih dengan lensa yang sangat tipis oleh mata masyarakat sebagai pengguna jasa kesehatan maka akan terlihat ”Budaya Majikan dan Pembantu”. Terperangkaplah Perawat dalam budaya tersebut
Untuk keluar dari kondisi tersebut, dan Anda tertarik untuk merubah Perawat sebagai Majikan dalam pelayanan dan yang lainnya adalah ”membantu Anda ” maka ikuti kajian berikutnya pada tema ” Perubahan Mindset Perawat Tranformasional untuk menciptakan peluang bisnis jasa Kesehatan”
link ke http://banyumasperawat.wordpress.com/2008/04/10/perawat-terperangkap-budaya-pembantu/
Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia
Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia
Kamis, 7 November, 2002 oleh: Siswono
Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia
Gizi.net - Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP).
Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.
"MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut," jelas Linda.
Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas.
Dengan pengembangan MPKP, diharapkan nilai profesional dapat diaplikasikan secara nyata, sehingga meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan. Dalam hal ini, RSCM bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Modifikasi
Mengingat keterbatasan jumlah dan pendidikan sumber daya perawat di Indonesia- mayoritas tenaga keperawatan masih lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)-praktik keperawatan profesional tidak bisa seperti yang dilakukan di negara maju. Yang dilakukan adalah modifikasi keperawatan primer.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan didasarkan jumlah klien/pasien dan derajat ketergantungan klien. Jenis tenaga adalah perawat primer (PP) yang lulusan S1 keperawatan, perawat asosiet (PA) lulusan D3 keperawatan, serta SPK. Tenaga lain adalah pembantu keperawatan. Mereka berada dalam satuan tim yang dibimbing dan diarahkan oleh Clinical Care Manager (CCM) yang merupakan magister spesialis keperawatan.
Tindakan yang bersifat terapi keperawatan dilakukan oleh PP, karena bentuk tindakan lebih pada interaksi, adaptasi, dan peningkatan kemandirian klien yang perlu landasan konsep dan teori tinggi. PP melakukan pertemuan dengan anggota tim kesehatan lain terutama dokter. PP juga mengarahkan dan membimbing perawat lain serta bertanggung jawab atas semua asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien. Tugas PP dibantu PA.
Tugas membersihkan meja klien, menyediakan dan membersihkan peralatan yang digunakan, mengantar klien konsul atau membawa pispot ke dan dari klien dilakukan oleh pembantu keperawatan.
Asuhan keperawatan dilakukan berdasar standar rencana keperawatan yang ada. Ketua tim (PP) melakukan validasi terhadap diagnosis keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan.
Yang sudah dikembangkan
Standar rencana keperawatan yang sudah dikembangkan adalah untuk gangguan sistem pernapasan (tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif kronik), gangguan sistem pencernaan (sirosis hati), gangguan sistem kardiovaskuler (gagal jantung, hipertensi), gangguan sistem perkemihan (gagal ginjal, glomerulonefritis) dan gangguan sistem imun (AIDS).
Di ruang rawat penyakit dalam (IRNA B Lantai IV), tutur Linda, dari hasil perhitungan diperlukan 24 perawat. Rinciannya tiga PP di samping kepala ruang rawat yang semuanya S1 keperawatan. Sisanya PA dengan pendidikan D3 keperawatan (tiga orang), dan SPK (17 orang).
Pelayanan keperawatan profesional mewujudkan dampak positif yang memungkinkan pemberian asuhan keperawatan klien secara berkesinambungan dan dapat dipertanggunggugatkan oleh perawat primer.
Secara kualitatif, PP ada kebanggaan profesional karena ada otonomi dan kesempatan mengobservasi perkembangan klien secara berkesinambungan dan PA dapat bekerja lebih terencana. Dokter merasa ada kerja sama yang lebih baik dibanding ruang lain yang tidak menerapkan MPKP. Kepuasan klien dan keluarga lebih baik. Angka infeksi nosokomial (infeksi yang ditularkan di rumah sakit) menurun. Juga dimulai kegiatan riset keperawatan di tingkat ruang rawat. (ATK)
Sumber: Kompas, 7 November 2002
Kamis, 7 November, 2002 oleh: Siswono
Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia
Gizi.net - Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP).
Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.
"MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut," jelas Linda.
Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas.
Dengan pengembangan MPKP, diharapkan nilai profesional dapat diaplikasikan secara nyata, sehingga meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan. Dalam hal ini, RSCM bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Modifikasi
Mengingat keterbatasan jumlah dan pendidikan sumber daya perawat di Indonesia- mayoritas tenaga keperawatan masih lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)-praktik keperawatan profesional tidak bisa seperti yang dilakukan di negara maju. Yang dilakukan adalah modifikasi keperawatan primer.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan didasarkan jumlah klien/pasien dan derajat ketergantungan klien. Jenis tenaga adalah perawat primer (PP) yang lulusan S1 keperawatan, perawat asosiet (PA) lulusan D3 keperawatan, serta SPK. Tenaga lain adalah pembantu keperawatan. Mereka berada dalam satuan tim yang dibimbing dan diarahkan oleh Clinical Care Manager (CCM) yang merupakan magister spesialis keperawatan.
Tindakan yang bersifat terapi keperawatan dilakukan oleh PP, karena bentuk tindakan lebih pada interaksi, adaptasi, dan peningkatan kemandirian klien yang perlu landasan konsep dan teori tinggi. PP melakukan pertemuan dengan anggota tim kesehatan lain terutama dokter. PP juga mengarahkan dan membimbing perawat lain serta bertanggung jawab atas semua asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien. Tugas PP dibantu PA.
Tugas membersihkan meja klien, menyediakan dan membersihkan peralatan yang digunakan, mengantar klien konsul atau membawa pispot ke dan dari klien dilakukan oleh pembantu keperawatan.
Asuhan keperawatan dilakukan berdasar standar rencana keperawatan yang ada. Ketua tim (PP) melakukan validasi terhadap diagnosis keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan.
Yang sudah dikembangkan
Standar rencana keperawatan yang sudah dikembangkan adalah untuk gangguan sistem pernapasan (tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif kronik), gangguan sistem pencernaan (sirosis hati), gangguan sistem kardiovaskuler (gagal jantung, hipertensi), gangguan sistem perkemihan (gagal ginjal, glomerulonefritis) dan gangguan sistem imun (AIDS).
Di ruang rawat penyakit dalam (IRNA B Lantai IV), tutur Linda, dari hasil perhitungan diperlukan 24 perawat. Rinciannya tiga PP di samping kepala ruang rawat yang semuanya S1 keperawatan. Sisanya PA dengan pendidikan D3 keperawatan (tiga orang), dan SPK (17 orang).
Pelayanan keperawatan profesional mewujudkan dampak positif yang memungkinkan pemberian asuhan keperawatan klien secara berkesinambungan dan dapat dipertanggunggugatkan oleh perawat primer.
Secara kualitatif, PP ada kebanggaan profesional karena ada otonomi dan kesempatan mengobservasi perkembangan klien secara berkesinambungan dan PA dapat bekerja lebih terencana. Dokter merasa ada kerja sama yang lebih baik dibanding ruang lain yang tidak menerapkan MPKP. Kepuasan klien dan keluarga lebih baik. Angka infeksi nosokomial (infeksi yang ditularkan di rumah sakit) menurun. Juga dimulai kegiatan riset keperawatan di tingkat ruang rawat. (ATK)
Sumber: Kompas, 7 November 2002
Jumat, 07 November 2008
SIAPA BUPATI KEJAM DIMATA PERAWAT
H Tatang Farhanul Hakim (Bupati Tasikmalaya) pada tanggal 10/9/2004 melakukan penamparan terhadap Apip Adimansyah (Saudaraku seorang perawat), hal itu terjadi ketika Apip mendatangi kantor Bupati Tasikmalaya untuk menanyakan pelayanan Askes.
Menariknya, karena sampai sekarang tidak ada kepastian penanganan kasus yang bersangkutan.
Entah tega atau melecehkan profesi perawat, Entahlah.......
Ini realitas pemimpin Tasikmalaya (Bupati) sebagai langkah otoriter dan sok super Power. ATAU DIAKHIRI DENGAN SEKEDAR MEMOHON MAAF
Upaya Damai Gagal Dalam Kasus Penamparan Perawat
Tasikmalaya, Kompas - Pada persidangan kedua, Selasa (2/11), hakim gagal mengupayakan perdamaian di antara penggugat dan tergugat, atas kasus penamparan yang dilakukan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim terhadap Apip Adimansyah (25), perawat Rumah Sakit Umum Tasikmalaya, pada 10 September lalu.
Pihak Apip tetap bersikukuh untuk melanjutkan kasus tersebut ke proses persidangan. Padahal, agenda persidangan seharusnya pemberian draf perdamaian dari pengacara kedua belah pihak. Akan tetapi, draf hanya diserahkan oleh pengacara tergugat, Tatang.
Sedangkan pihak penggugat, Apip, tidak memberikan draf damai. Meski demikian, hakim masih mengharapkan pihak penggugat bersedia menerima peluang perdamaian tersebut.
Akhirnya, persidangan yang berjalan sekitar 25 menit dari pukul 10.00 di Pengadilan Negeri Tasikmalaya itu dilanjutkan dengan mendengarkan pembacaan 16 butir gugatan oleh tim pengacara Apip, termasuk kronologi kejadian.
"Kami tidak mengubah keinginan untuk tetap melanjutkan penyelesaian kasus penamparan ini ke proses persidangan. Karena kami menilai, kejadian tersebut sudah merupakan pelecehan terhadap profesi perawat," tegas pengacara Apip, Cepy S Pamungkas SH.
Selain penolakan atas penamparan yang dilakukan Tatang itu sudah dinilai melecehkan profesi, Cepy menjelaskan, upaya perdamaian yang ditawarkan hakim tidak efektif.
Menurut dia, substansi perdamaian tersebut tidak jelas, terutama dari pihak tergugat. "Kami hanya menginginkan draf upaya damai dari Tatang hanya untuk dibaca oleh majelis hakim. Kami keberatan jika isi penawaran perdamaian Tatang di bacakan di saat persidangan ini," kata pengacara Tatang, Bambang Lesmana SH. (AYS)
Rabu, 27 Oktober 2004
Kasus Bupati Tasikmalaya Menampar Perawat Disidangkan
Tasikmalaya, Kompas - Hakim menawarkan jalan damai kepada pihak yang berperkara dalam sidang perdana kasus penamparan yang dilakukan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim terhadap Apip Adimansyah (25), perawat Rumah Sakit Umum Tasikmalaya, di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Selasa (26/10).
Sidang berlangsung sekitar 20 menit dan tidak dihadiri oleh pihak tergugat Tatang Farhanul maupun penggugat Apip Adimansyah. Sidang dipimpin Hakim Ketua Siti Suryati SH, dengan anggota Suranto SH dan Kadwanto SH.
Kuasa hukum Apip, Cepy S Pamungkas SH, menyatakan kurang puas dengan jalannya sidang. "Kami berharap proses persidangan tetap berjalan sambil upaya penyelesaian damai pun dilakukan. Namun, hakim tidak mengabulkan," katanya seusai sidang.
Dalam gugatannya, Apip meminta ganti rugi material sekitar Rp 20.000 untuk pengobatan dan kerugian imaterial senilai Rp 10 miliar.
Alasan gugatan imaterial untuk mengganti terlukanya perasaan sekitar 10.000 anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Jawa Barat atas kasus penamparan tersebut.
Sebagai jaminan, penggugat akan menyita pendopo kabupaten dan rumah dinas Bupati Tasikmalaya.
Sementara itu, kuasa hukum Tatang, Bambang Lesmana SH, menjelaskan, pihaknya menerima peluang upaya penyelesaian secara damai.
Bahkan, lanjut Bambang, Apip pernah melakukan pertemuan dengan Tatang sebanyak tiga kali. Agus Rajasa, kuasa hukum Tatang lainnya, mengatakan, Apip pernah meminta maaf kepada Tatang melalui teman Apip.
Menanggapi hal itu, Pamungkas mengatakan pihaknya belum dapat membenarkan keterangan Bambang karena belum mendapat konfirmasi langsung dari Apip.
Saat ini Apip tengah meninggalkan Tasikmalaya karena merasa tidak aman, menyusul adanya tekanan dari pihak yang tidak dikenal.
"Kami mengamankan Apip untuk sementara waktu. Sedangkan soal pekerjaannya, kami akan mengupayakan dengan pihak rumah sakit. Saat ini Apip tengah mengambil cuti," ujar Pamungkas.
Masyarakat yang bersimpati atas kasus ini memadati ruangan sidang. Tika Marliana, Ketua Forum Solidaritas Insan Keperawatan Indonesia, mengatakan, kasus penamparan yang terjadi 10 September 2004 itu merupakan pelecehan terhadap profesi perawat. (AYS)
Menariknya, karena sampai sekarang tidak ada kepastian penanganan kasus yang bersangkutan.
Entah tega atau melecehkan profesi perawat, Entahlah.......
Ini realitas pemimpin Tasikmalaya (Bupati) sebagai langkah otoriter dan sok super Power. ATAU DIAKHIRI DENGAN SEKEDAR MEMOHON MAAF
Upaya Damai Gagal Dalam Kasus Penamparan Perawat
Tasikmalaya, Kompas - Pada persidangan kedua, Selasa (2/11), hakim gagal mengupayakan perdamaian di antara penggugat dan tergugat, atas kasus penamparan yang dilakukan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim terhadap Apip Adimansyah (25), perawat Rumah Sakit Umum Tasikmalaya, pada 10 September lalu.
Pihak Apip tetap bersikukuh untuk melanjutkan kasus tersebut ke proses persidangan. Padahal, agenda persidangan seharusnya pemberian draf perdamaian dari pengacara kedua belah pihak. Akan tetapi, draf hanya diserahkan oleh pengacara tergugat, Tatang.
Sedangkan pihak penggugat, Apip, tidak memberikan draf damai. Meski demikian, hakim masih mengharapkan pihak penggugat bersedia menerima peluang perdamaian tersebut.
Akhirnya, persidangan yang berjalan sekitar 25 menit dari pukul 10.00 di Pengadilan Negeri Tasikmalaya itu dilanjutkan dengan mendengarkan pembacaan 16 butir gugatan oleh tim pengacara Apip, termasuk kronologi kejadian.
"Kami tidak mengubah keinginan untuk tetap melanjutkan penyelesaian kasus penamparan ini ke proses persidangan. Karena kami menilai, kejadian tersebut sudah merupakan pelecehan terhadap profesi perawat," tegas pengacara Apip, Cepy S Pamungkas SH.
Selain penolakan atas penamparan yang dilakukan Tatang itu sudah dinilai melecehkan profesi, Cepy menjelaskan, upaya perdamaian yang ditawarkan hakim tidak efektif.
Menurut dia, substansi perdamaian tersebut tidak jelas, terutama dari pihak tergugat. "Kami hanya menginginkan draf upaya damai dari Tatang hanya untuk dibaca oleh majelis hakim. Kami keberatan jika isi penawaran perdamaian Tatang di bacakan di saat persidangan ini," kata pengacara Tatang, Bambang Lesmana SH. (AYS)
Rabu, 27 Oktober 2004
Kasus Bupati Tasikmalaya Menampar Perawat Disidangkan
Tasikmalaya, Kompas - Hakim menawarkan jalan damai kepada pihak yang berperkara dalam sidang perdana kasus penamparan yang dilakukan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim terhadap Apip Adimansyah (25), perawat Rumah Sakit Umum Tasikmalaya, di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Selasa (26/10).
Sidang berlangsung sekitar 20 menit dan tidak dihadiri oleh pihak tergugat Tatang Farhanul maupun penggugat Apip Adimansyah. Sidang dipimpin Hakim Ketua Siti Suryati SH, dengan anggota Suranto SH dan Kadwanto SH.
Kuasa hukum Apip, Cepy S Pamungkas SH, menyatakan kurang puas dengan jalannya sidang. "Kami berharap proses persidangan tetap berjalan sambil upaya penyelesaian damai pun dilakukan. Namun, hakim tidak mengabulkan," katanya seusai sidang.
Dalam gugatannya, Apip meminta ganti rugi material sekitar Rp 20.000 untuk pengobatan dan kerugian imaterial senilai Rp 10 miliar.
Alasan gugatan imaterial untuk mengganti terlukanya perasaan sekitar 10.000 anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Jawa Barat atas kasus penamparan tersebut.
Sebagai jaminan, penggugat akan menyita pendopo kabupaten dan rumah dinas Bupati Tasikmalaya.
Sementara itu, kuasa hukum Tatang, Bambang Lesmana SH, menjelaskan, pihaknya menerima peluang upaya penyelesaian secara damai.
Bahkan, lanjut Bambang, Apip pernah melakukan pertemuan dengan Tatang sebanyak tiga kali. Agus Rajasa, kuasa hukum Tatang lainnya, mengatakan, Apip pernah meminta maaf kepada Tatang melalui teman Apip.
Menanggapi hal itu, Pamungkas mengatakan pihaknya belum dapat membenarkan keterangan Bambang karena belum mendapat konfirmasi langsung dari Apip.
Saat ini Apip tengah meninggalkan Tasikmalaya karena merasa tidak aman, menyusul adanya tekanan dari pihak yang tidak dikenal.
"Kami mengamankan Apip untuk sementara waktu. Sedangkan soal pekerjaannya, kami akan mengupayakan dengan pihak rumah sakit. Saat ini Apip tengah mengambil cuti," ujar Pamungkas.
Masyarakat yang bersimpati atas kasus ini memadati ruangan sidang. Tika Marliana, Ketua Forum Solidaritas Insan Keperawatan Indonesia, mengatakan, kasus penamparan yang terjadi 10 September 2004 itu merupakan pelecehan terhadap profesi perawat. (AYS)
Sabtu, 01 November 2008
PENGUMUMAN UNTUK 10 NAMA
MINAT JUDUL KTI MAHASISWA (Usulan)
1. 06.118. Trisnawati Halman : Halusinasi, Prilaku Kekerasan, Isolasi Sosial
2. 06.004. Anastry : Waham, Prilaku Kekerasan, Halusinasi.
Konsultasi BAB I 24/10
3. 06.038. Muammar Kadafi : Waham, Prilaku Kekerasan, Halusinasi
4. 06.069. Asrul Sadry : Halusinasi, Menarik diri, Waham.
5. 06.076. Fahria M. Halusinasi, Waham, Menarik Diri
6. 06.093. Muh. Rustam : Prilaku kekerasan, Waham, Halusinasi.
7. 06.049. Sri Mulya Taha : Halusinasi, Waham, Prilaku kekerasan.
8. 06.122. Yuliana : Halusinasi, Waham, Prilaku Kekerasan
9. 06. . Ashar B : Menarik Diri, Halusinasi, perilaku kekerasan
10.06.084. Ipa Hatifa Latief, Halusinasi, Prilaku Kekerasan, Waham
Yang dibold adalah judul yang disetujui, harap anda masuk ke BAB I dan melakukan konsul secepatnya, serta fotocopy panduan penyusunan karya tulis ilmiah
1. 06.118. Trisnawati Halman : Halusinasi, Prilaku Kekerasan, Isolasi Sosial
2. 06.004. Anastry : Waham, Prilaku Kekerasan, Halusinasi.
Konsultasi BAB I 24/10
3. 06.038. Muammar Kadafi : Waham, Prilaku Kekerasan, Halusinasi
4. 06.069. Asrul Sadry : Halusinasi, Menarik diri, Waham.
5. 06.076. Fahria M. Halusinasi, Waham, Menarik Diri
6. 06.093. Muh. Rustam : Prilaku kekerasan, Waham, Halusinasi.
7. 06.049. Sri Mulya Taha : Halusinasi, Waham, Prilaku kekerasan.
8. 06.122. Yuliana : Halusinasi, Waham, Prilaku Kekerasan
9. 06. . Ashar B : Menarik Diri, Halusinasi, perilaku kekerasan
10.06.084. Ipa Hatifa Latief, Halusinasi, Prilaku Kekerasan, Waham
Yang dibold adalah judul yang disetujui, harap anda masuk ke BAB I dan melakukan konsul secepatnya, serta fotocopy panduan penyusunan karya tulis ilmiah
MATINYA DEMOKRASI
Abdul Haris Awie
UNTUK UKP PILAR KOTA dalam rencana pembuatan album
Prolog :
“Ketika dunia teknologi merambah seluruh ruang, ketika budaya hampir punah termakan zaman, ketika dunia menuju kehancuran isinya, Pendewa-dewaan semakin memuncak meruntuhkan nilai religi....... Matikah demokrasi”
Apalah arti demokrasi,
Untuk apa demokrasi,
Untuk siapa demokrasi,
Hendak kemana demokrasi dimaknai,
Apalah arti kedaulatan,
Dari siapa kedaulatan,
Siapa yang berdaulat,
Masih adakah tempat berdaulat.
Para legislator satu satu menuju meja hijau,
Para pejabat terperangkap transaksi kolusi,
Banyak pejabat hanya mau kerja jika ada isi kantongnya,
Sampai kiamat makan uang haram.
Tersipu ia dengan laguku,
Tamengnya dia “pencemaran nama baik”
Pembuat undang-undang adalah akal-akalan
Sampai lagu ini terhenti, korupsi dan kolusi tak terhenti
…………….
Matinya demokrasi,
Dimulut harapan demokrasi,
Matinya demokrasi.
Disirna waktu tamatnya demokrasi
UNTUK UKP PILAR KOTA dalam rencana pembuatan album
Prolog :
“Ketika dunia teknologi merambah seluruh ruang, ketika budaya hampir punah termakan zaman, ketika dunia menuju kehancuran isinya, Pendewa-dewaan semakin memuncak meruntuhkan nilai religi....... Matikah demokrasi”
Apalah arti demokrasi,
Untuk apa demokrasi,
Untuk siapa demokrasi,
Hendak kemana demokrasi dimaknai,
Apalah arti kedaulatan,
Dari siapa kedaulatan,
Siapa yang berdaulat,
Masih adakah tempat berdaulat.
Para legislator satu satu menuju meja hijau,
Para pejabat terperangkap transaksi kolusi,
Banyak pejabat hanya mau kerja jika ada isi kantongnya,
Sampai kiamat makan uang haram.
Tersipu ia dengan laguku,
Tamengnya dia “pencemaran nama baik”
Pembuat undang-undang adalah akal-akalan
Sampai lagu ini terhenti, korupsi dan kolusi tak terhenti
…………….
Matinya demokrasi,
Dimulut harapan demokrasi,
Matinya demokrasi.
Disirna waktu tamatnya demokrasi
Langganan:
Postingan (Atom)