Syair Kemanusiaan Buat Para Pekerja Putih-Putih
Oleh : Ns Abdul Haris Awie, S.Kep
aku mengenalmu lewat malam yang menjadi bagian dinasmu,
aku juga mendengar keluhmu lewat diam tatapanmu,
keluhmu dipeluh tak berpenghujung,
di setiap airmata kegundahan,
haru menjadi selimut,
menunggu fortuna berpihak,
di ranting-ranting desahan kata nurani,
katakanlah……sampai keujung dunia,
katakanlah……sampai ajal merenggut,
katakanlah……sampai nurani tak berkata,
di pijakan bumi yang berpihak, kan ada nada di senandung perjalanan panjang.
aku mengenalmu lewat sore yang gerah,
aku juga melihat kusam mata batinmu,
katakan padaku…di seiring denyut nadi yang masih ada
di detak jantung yang masih menyapa,
di derasnya darah mengalir untuk suatu pengabadian,
seragam kita adalah sama,
nurani kita juga sama,
lalu apa yang membedakan kita?
lalu apa yang membuatmu juga bagiku tak berdaya,
di remuk tulang tak berbentuk?
ketika tuan menancapkan belati di dada ini,
aku tak menangis, sebab darahku yang mengalir juga darahmu,
darah seorang perawat.
ketika kutancapkan belati di dadamu,
lalu dunia mana tempat kita berteduh,
sedang tuan telah berlalu dan tak bereingkarnasi kehidupan
di tanganku, tangan seorang perawat.
perawat di hamparan luas nurani,
kita telah memulai, dan kita telah melangkah,
bahkan terdengar nyaring ikrar yang kau bisikkan ditelinga,
jika di perjalanan panjang ini aku mati,
usah di kau mengirimkan karangan bunga duka,
kirimkan padaku api kemanusiaan
yang kualunkan di telinga lewat kesah yang pernah kusyairkan.
bahwa……perubahan telah menunggu dipundakmu.
Selatan Makassar, Awal Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar