Kamus Awie

Senin, 09 Juni 2008

Jangan Sulap Profesi Ini

JANGAN SULAP PROFESI INI
Ns. Abdul Haris Awie, S.Kep

Seragam apapun yang saudara-saudara pakai,
Warna jas alamamater apapun yang melekat dalam diri saudara,
Pada dasarnya kita adalah satu,
Pada hakekatnya pula kita satu nasib,
Entahlah kalau kita adalah korban-korban zaman,
Apapun nama kampus saudara,
Jika telah mendapat izin dari pemerintah,
Maka diatas kertas putih kita bersaudara,
Jika saudara menancapkan badik dalam dada saya,
Maka bukan darahku yang mengalir,
Tapi darah seorang perawat, sama seperti tuan yang juga perawat
Jika saya menancapkan badik Makassar dalam dada saudara,
Darah yang mengucur dari dada tuan bukan hanya darah tuan,
Tapi juga darahku,
Darah seorang perawat.
……………………………………………..

Para perawat masih menjerit,
Anggota DPR masih sibuk mengumpulkan dana Untuk kampanye 2009
Para perawat masih belum tersentuh diujung pena tak bijak
Para elite politik sibuk berdebat tentang kenaikan BBM dan peristiwa berdarah monas,
Entah kapan mereka bersuara untuk perawat,
Entahlah…. Dengarkan janji2nya dipentas 2009
Hampir diseluruh jengkal tanah pertiwi Indonesia,
Tak 1 orangpun legislator yang mempertaruhkan pangkat dan tahtanya demi perawat.

Belum lagi……
Para elite bisnis di republik ini sibuk membuka sekolah baru,
Bertarung dengan slogan-slogan “kampus buatanku yang terbaik”
Para elite senior keperawatan sibuk berburu aktualisasi diri,
Dibungkus dengan pengakuan,
Pada bayang-bayang semu status sosial yang kerdil diketerasingan,
Diujungnya adalah kayu rapuh disantapan rayap meratap.
Jangan sulap profesi ini

Apalagi kalau bukan atas nama materil,
Kata profesional adalah lagu lama yang didendang orde baru
Kata menghasilkan perawat profesional adalah dongeng-dongeng
Kata tempat kuliah refresentatif adalah bumbu-bumbu,
Belum lagi jika itu pembohongan publik.
Jangan sulap profesi ini

Gelombang perubahan tak menggetarkan nurani,
Segala suara peluh tetaplah deret tetesan airmata anak bangsa,
Segala pemasungan logika pelaku bisnis kampus2 keperawatan,
Adalah apologi dengan retorika berbau pertarungan, menjadi yang terdahsyat digaris yang tak dipertandingkan.
Jangan sulap profesi ini

Jika banyak kampus keperawatan,
Pelakuknya jua banyak orang keperawatan yang kehausan,
Jika banyak perawat yang menganggur,
Pelakunya juga orang keperawatan yang jadi pahlawan,
Jika banyak alumni keperawatan yang tak terserap pada masa nanti,
Yang merusak juga adalah orang-orang keperawatan.
Perawat makan perawat……
Jangan sulap profesi ini

Memperbaiki nasib perawat, tak harus buat sekolah
Memperbaiki mutu pekerja putih-putih
Jua tak mesti kita berneko neko,
Merubah perwajahan perawat ditanah air,
Mestinya pengambil kebijakan legalitas perizinan kampus keperawatan
Tegas digaris yang berpijak pada kebijakan,
Jangan sulap profesi ini


Benar bahwa semua warga negara punya hak yang sama mencerdaskan anak bangsa,
Tapi pekerja putih-putih adalah profesi,
Membuat kampus adalah sistematika,
Bukan seperti membuat toko,
SDM nya mesti handal,
Fasilitas adalah wajib,
Skill science tak dapat dihindari.

Jangan sulap profesi ini.

Hidup adalah pertarungan logika dibingkai napas,
Lawan, lawan dan lawan,
Jika logika terbelenggu,
Apa arti hidup jika logika telah mati.

Pada dasarnya kita satu nasib,
Kalaupun kita berbeda,
Itu karena ada yang berbisinis sekolah keperawatan dan ada yang biasa biasa saja


Kalimata, 8 Juni 2008
Puisi ini dibacakan pada Seminar Nasional Keperawatan yang dilaksanakan di LAN (penyelenggara Seminar DEMA PSIK FK UNHAS)
Tema : Menguak Legalitas Pendirian Kampus Keperaatan, Kupas Tuntas Profesiku


Komplain terhadap puisi ini adalah wajib jika anda tersinggung.
Email : Awie_ners@yahoo.com