Kamus Awie

Selasa, 11 November 2008

Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia

Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia


Kamis, 7 November, 2002 oleh: Siswono
Model Praktik Keperawatan Profesional di Indonesia
Gizi.net - Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP).

Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.

"MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut," jelas Linda.

Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas.

Dengan pengembangan MPKP, diharapkan nilai profesional dapat diaplikasikan secara nyata, sehingga meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan. Dalam hal ini, RSCM bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Modifikasi

Mengingat keterbatasan jumlah dan pendidikan sumber daya perawat di Indonesia- mayoritas tenaga keperawatan masih lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)-praktik keperawatan profesional tidak bisa seperti yang dilakukan di negara maju. Yang dilakukan adalah modifikasi keperawatan primer.

Penetapan jumlah tenaga keperawatan didasarkan jumlah klien/pasien dan derajat ketergantungan klien. Jenis tenaga adalah perawat primer (PP) yang lulusan S1 keperawatan, perawat asosiet (PA) lulusan D3 keperawatan, serta SPK. Tenaga lain adalah pembantu keperawatan. Mereka berada dalam satuan tim yang dibimbing dan diarahkan oleh Clinical Care Manager (CCM) yang merupakan magister spesialis keperawatan.

Tindakan yang bersifat terapi keperawatan dilakukan oleh PP, karena bentuk tindakan lebih pada interaksi, adaptasi, dan peningkatan kemandirian klien yang perlu landasan konsep dan teori tinggi. PP melakukan pertemuan dengan anggota tim kesehatan lain terutama dokter. PP juga mengarahkan dan membimbing perawat lain serta bertanggung jawab atas semua asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien. Tugas PP dibantu PA.

Tugas membersihkan meja klien, menyediakan dan membersihkan peralatan yang digunakan, mengantar klien konsul atau membawa pispot ke dan dari klien dilakukan oleh pembantu keperawatan.

Asuhan keperawatan dilakukan berdasar standar rencana keperawatan yang ada. Ketua tim (PP) melakukan validasi terhadap diagnosis keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan.

Yang sudah dikembangkan

Standar rencana keperawatan yang sudah dikembangkan adalah untuk gangguan sistem pernapasan (tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif kronik), gangguan sistem pencernaan (sirosis hati), gangguan sistem kardiovaskuler (gagal jantung, hipertensi), gangguan sistem perkemihan (gagal ginjal, glomerulonefritis) dan gangguan sistem imun (AIDS).

Di ruang rawat penyakit dalam (IRNA B Lantai IV), tutur Linda, dari hasil perhitungan diperlukan 24 perawat. Rinciannya tiga PP di samping kepala ruang rawat yang semuanya S1 keperawatan. Sisanya PA dengan pendidikan D3 keperawatan (tiga orang), dan SPK (17 orang).

Pelayanan keperawatan profesional mewujudkan dampak positif yang memungkinkan pemberian asuhan keperawatan klien secara berkesinambungan dan dapat dipertanggunggugatkan oleh perawat primer.

Secara kualitatif, PP ada kebanggaan profesional karena ada otonomi dan kesempatan mengobservasi perkembangan klien secara berkesinambungan dan PA dapat bekerja lebih terencana. Dokter merasa ada kerja sama yang lebih baik dibanding ruang lain yang tidak menerapkan MPKP. Kepuasan klien dan keluarga lebih baik. Angka infeksi nosokomial (infeksi yang ditularkan di rumah sakit) menurun. Juga dimulai kegiatan riset keperawatan di tingkat ruang rawat. (ATK)

Sumber: Kompas, 7 November 2002

2 komentar:

  1. Bagaimana caranya perawat tidak menjadi terperangkap dalam budaya pembantu klo setiap keputusan dia gantungkan kepada dokter. Saatnya posisi perawat tidak berada di telunjuk dokter!!!!! Lakukan apa kewajiban anda sebagai perawat.

    BalasHapus